Kenali Sistem Kekebalan Tubuh Wanita
Kenali Sistem Kekebalan Tubuh Wanita
Sebenarnya, tidak ada perbedaan berarti dalam sistem kekebalan tubuh wanita maupun pria. Yang berbeda kebanyakan adalah titik lemahnya. Pada wanita, titik lemah ini karena adanya siklus menstruasi setiap bulan atau ketika hamil dan sedang menyusui, karena merupakan peristiwa-peristiwa di mana ada sesuatu yang tidak biasa di dalam tubuh sedang berlangsung.
Karena harus menjalani siklus menstruasi setiap bulannya, wanita kehilangan unsur zat besi dua kali lebih banyak ketimbang pria. Itu sebabnya, remaja yang baru memperoleh haid pertama kali pun diharapkan segera menyadari bahwa tubuhnya memerlukan zat besi lebih banyak dan sadar akan ancaman anemia. Dalam usia reproduktif ini, zat-zat gizi seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium, sangat diperlukan dalam jumlah cukup.
Diancam anemia
Anemia atau kekurangan sel darah merah (hemoglobin atau Hb), sering dikaitkan dengan daya tahan tubuh manusia. Anemia menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani, akibat sel-sel tubuh yang tidak mendapatkan cukup oksigen. Penyebabnya antara lain adalah kurangnya zat gizi pembentuk darah, yaitu zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Pada dasarnya, mekanisme dalam tubuh mampu menjaga keseimbangan zat-zat tersebut. Zat besi merupakan salah satu yang dibutuhkan oleh sistem imunitas.
Meski tubuh dapat mengatur sendiri penyerapan dan peningkatan zat besi sesuai kebutuhan, nyatanya anemia tetap bisa menyerang siapa saja. Terutama mereka yang punya tingkat kesibukan tinggi, sehingga tak punya cukup waktu untuk menjalani pola makan yang memenuhi syarat kebutuhan zat besi. Berdasarkan perhitungan rata-rata, wanita dengan bobot 55 kg akan kehilangan sekitar 2,4 mg zat besi akibat haid dan pengeluaran melalui saluran pencernaan dan kulit. Belum lagi faktor-faktor fisiologis umum lainnya yang tidak ada hubungannya dengan gender, misalnya kehilangan darah saat kecelakaan, pascabedah, serta adanya penyakit kronis atau infeksi (misalnya, infeksi malaria, demam berdarah, atau TBC).
Hamil dan menyusui
Masa hamil dan menyusui termasuk kondisi rawan bagi wanita. Anemia dianggap sebagai problem kesehatan berprevalensi tertinggi pada wanita hamil. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi hanya sedikit dibutuhkan. Pasalnya, menstruasi untuk sementara tidak terjadi dan pertumbuhan janin masih terhitung lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, barulah volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat hingga 35%. Akibatnya, sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, wanita juga perlu tambahan zat besi 300 - 350 mg akibat kehilangan darah. Hingga selesai proses melahirkan, wanita membutuhkan sekitar 40 mg zat besi (dua kali lipat kebutuhan di saat kondisi tidak hamil).
Hal ini perlu diperhatikan, terutama jika terjadi kehamilan berulang dalam waktu singkat. Pasalnya, cadangan zat besi sang ibu yang belum pulih, terpaksa harus kembali terkuras untuk kehamilan berikutnya. Meski biasanya belum mengalami haid kembali, ketika menyusui, ibu tetap kehilangan zat besi dan kalsium melalui ASI yang diberikan kepada bayinya. Selain kehilangan basal normal sekitar 0,8 mg, juga kehilangan zat besi melalui ASI mencapai sekitar 0,3 mg per hari. Maka itu, ibu menyusui butuh tambahan zat besi 2 mg per hari serta kalsium 400 mg per hari.
Perhatian bagi yang berdiet
Problem lain yang memengaruhi menurunnya daya tahan tubuh wanita adalah kecenderungan untuk melakukan diet tanpa mempertimbangkan kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi yang penting, terutama zat besi. Dengan menjalani diet yang tidak sehat, anemia mudah datang. Apalagi jika telur, daging, hati, atau ikan dihapus dari menu. Pasalnya, jenis-jenis makanan itu merupakan sumber zat besi yang mudah diserap tubuh. Selain itu, wanita juga kerap mencoret sarapan dari jadwal makan sehari-hari. Padahal, frekuensi makan yang tidak teratur, apalagi bila kualitas makanannya juga tidak seimbang, cepat atau lambat akan berpengaruh buruk bagi ketahanan tubuh.
Saat menopause
Kondisi menopause atau berhentinya siklus menstruasi juga mampu memancing perubahan kadar hormon, emosi, bahkan berat badan pada wanita, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi kesehatan. Karenanya, di masa menopause, perubahan-perubahan yang terjadi (fisik maupun hormonal) ikut memengaruhi daya tahan tubuhnya. Wanita menopause mengalami perubahan kadar hormon estrogen, sehingga dapat memicu terjadinya auto immune disorder, atau kelainan/perubahan imunitas otomatis. Kondisi ini banyak memicu berbagai penyakit akibat respons imunitas tubuh yang melawan jaringannya sendiri. Respons inilah yang antara lain menimbulkan penyakit gondok, diabetes tipe 1, dan rheumatoid arthritis.
Tolong beritahu kami apa pendapat Anda tentang artikel ini
Jika Anda tidak melihat kotak komentar silahkan refresh halaman
|