Sejak melahirkan Kevin 7 Oktober 2006 yang lalu, aku sangat menikmati peranku sebagai seorang ibu. Berbagai jenis perasaan, dari emosional bahagia, sedih, sakit, apapun, pernah kurasakan seiring dengan perjalananku mengurus, merawat dan membesarkan Kevin.
Termasuk juga pengalamanku sekitar satu bulan yang lalu. 16 November 2007, sekitar pukul 15.50 saat aku sedang berkutat dengan segala aktivitas dan rutinitas harianku di kantor, tiba-tiba HP-ku berdering. Tampak di layarnya sebuah nama yang tersimpan di memori HP itu : "HOME". Segera aku menerima panggilan telepon itu.
"Halo?" aku mencoba untuk menebak-nebak siapa yang meneleponku dari rumah. Karena selain aku, suami, dan Kevin, Mamaku juga tinggal bersama kami, plus Mbak Rini, babysitter Kevin.
"Feb..?" oh, ternyata Mama.
"Ya, Ma?"
"Kevin muntah-muntah terus nih, sejak setengah jam yang lalu. Pake mencret juga, udah 2 kali. Kamu pulang jam berapa? Kalo bisa Kevin cepet dibawa ke dokter deh."
"Iya, Ma. Aku pulang sekarang..!" selayaknya seorang ibu, aku langsung panik mendengar kabar dari mamaku itu.
Setelah meminta ijin pada atasan dan beberapa rekan kantor sedivisi, aku segera pulang ke rumah. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai ke rumah, dari kantorku. Dan aku begitu terenyuh melihat kondisi Kevin saat itu. Dia yang biasanya ceria, nggak bisa diam bergerak kesana kemari, selalu berisik dengan celotehan-celotehan nggak jelasnya itu, kali itu hanya terbaring di bed, lemas.
Tanpa menunggu apa-apa lagi, aku segera mengajak Mama untuk menemaniku membawa Kevin ke rumah sakit, setelah sebelumnya kuhubungi suamiku dan mengabarinya tentang kondisi Kevin. Suamiku saat itu sedang terpisah dari kami, dia harus menjalani tugas/dinas di kota lain.
Setelah menjalani pemeriksaan, akhirnya dokter memvonis Kevin terkena penyakit muntaber dan harus opnam saat itu juga karena kondisinya yang menurut dokter sudah lemah, kekurangan banyak cairan, dan harus dibantu dengan infus.
Duh...infus. Sama sekali tidak pernah terbayangkan olehku, di usianya yang masih 13 bulan Kevin harus 'berteman' dengan jarum infus. Kevin yang saat itu sudah dalam kondisi lemas, masih harus mengeluarkan tenaga yang cukup besar untuk menangis dan berteriak menahan dan melawan rasa sakit selama perawat mencoba memasukkan jarum infus ke punggung tangan kirinya. Aku hanya bisa menikmati rasa nelangsa-ku, melihat dan mencoba membantu perawat dengan memegangi tangan kanannya agar tidak terlalu menimbulkan banyak gerakan, supaya infus juga cepat terpasang. Tanpa memakan waktu yang lama, akhirnya perawat itu bisa menyelesaikan berbagai ritual pemasangan jarum infus pada anak batita. Segera kugendong Kevin dengan selang infus yang menggantung, kubenamkan kepalanya ke pelukanku, kuciumi seluruh bagian tubuhnya yang bisa tertangkap oleh hidung dan mulutku.
"Ssshh..sabar ya, sayang. Maaf yaaa..ini supaya Kevin cepat sehat lagi. Sabar yaa.."
1 hari, 2 hari, 3 hari, akhirnya pada hari Selasa 20 November 2007, pagi itu setelah dokter visit ke kamar tempat Kevin dirawat, kami diperbolehkan pulang oleh dokter. Kualitas kotoran Kevin sudah cukup normal dan bagus, tidak encer lagi. Muntah juga sudah tidak pernah lagi sejak hari kedua Kevin dirawat di sana. Bahkan selama 2 hari terakhir, Kevin juga sudah bisa 'menikmati' hari-harinya di rumah sakit. Tangan kirinya yang 'terkungkung' jarum dan selang infus memang tidak bisa aktif, tapi mainan yang kuboyong dari rumah tetap bisa dimainkannya dengan tangan kanannya. Dan ia cukup kooperatif dengan keadaan tangannya yang masih diinfus. Sungguh, aku benar-benar merasa bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan karena menitipkan padaku seorang anak yang sama sekali tidak pernah menyusahkan, tidak pernah rewel, dan pintar.
Dan hal yang paling membuatku merasa tenang menjalani hari-hari perawatan Kevin di rumah sakit adalah, aku sudah membukakan polis asuransi untuk Kevin. Beruntung aku memilih perusahaan asuransi yang tepat (paling tidak buatku itu adalah asuransi yang cukup membantu), karena meskipun baru beberapa minggu yang lalu aku membayar premi tahunan pertamaku untuk Kevin, tapi semua biaya perawatan dan pengobatan Kevin selama di rumah sakit itu bisa di-claim dan mendapat ganti dari pihak asuransi. Sesuai perjanjian awal, jumlah nominal uang pertanggungan untuk rawat inap Kevin adalah sebesar sekian rupiah per malam, dan meskipun jumlah yang tertera di atas kuitansi nantinya adalah dibawah itu per malamnya, tetapi jumlah yang bisa cair adalah sesuai nilai pertanggungan yang disepakati. Benar-benar pelayanan sebuah perusahaan asuransi yang memuaskan.
Bunda, dan semua pembaca, aku bukan petugas atau karyawati atau bahkan bagian marketing dari perusahaan asuransi manapun. Saat ini aku bekerja sebaga Account Executive di sebuah Production House di Jakarta. Tetapi melalui pengalaman ini, aku ingin berbagi dan menyampaikan sebuah pesan, bahwa asuransi itu sangat penting. Entah untuk kita, untuk orang tua, suami, atau siapapun. Bahkan asuransi juga tidak hanya tersedia untuk jiwa & kesehatan manusia saja kan? Barang atau kekayaan juga bisa diasuransikan, kalau memang kita menganggapnya sebagai sesuatu yang berharga atau aset. Dan buatku, Kevin adalah aset tak ternilai, 'benda' paling berharga, investasi tanpa batas waktu-ku. Jadi aku dan suamiku berpikir asuransi adalah salah satu jalan buat kami untuk membantu menjaga, merawat, dan mengurus kebutuhan Kevin. Biasanya kalau kita mengikutkan anak kita pada sebuah polis asuransi pendidikan, semakin kecil usia anak kita, maka semakin ringan premi yang harus kita bayar, dan biasanya kita juga akan mendapat tambahan asuransi kesehatan bahkan juga asuransi jiwa bagi pihak penerima tanggungan. Dan buat kami investasi ini sangat menguntungkan. Mengingat saat buah hati kita sedang sakit dan perlu dirawat di rumah sakit seperti Kevin kemarin, kita membutuhkan 'persediaan' tenaga, pikiran, dan mental yang cukup banyak & kuat agar segala sesuatunya juga bisa berjalan dengan lancar dan diharapkan masalah yang ada juga akan cepat selesai. Dengan memiliki asuransi seperti yang kami alami kemarin, aku dan suami jadi lebih tenang dan bisa konsentrasi untuk fokus pada perkembangan kesehatan Kevin, tanpa harus sibuk mencari dana atau bahkan mungkin juga pinjaman untuk menutupi biaya pengobatan. Apalagi di jaman sekarang ini, segalanya serba muahalll..!
Sekarang, aku bisa kembali bermain-main dengan Kevinku yang lincah dan lucu itu. Meskipun berat badannya berkurang lumayan banyak, tetapi yang paling penting adalah Kevin sehat.
Dan sore itu di kantor, ketika aku sedang bersiap-siap untuk pulang, kembali sebuah kata "HOME" tertera di HP-ku di tengah berisiknya suara ringtone HP itu.
"Halo..??!" duh, kali ini apalagi, begitu dalam hatiku bertanya, tak bisa menyembunyikan rasa panikku.
"Feb..?" suara mama di ujung sana.
"Iya, Ma? Ada apa, Ma?"
"Kevin ini lho.."
"Kevin kenapa, Ma?!"
"Anu..ini ada kertas di meja riasmu. Kayak surat penting gitu. Sorry, mama ga bisa nahan Kevin tadi. Udah disobek-sobek ama Kevin. Itu surat apa, nduk?"
Duh...aku terduduk lemas di kursi kerjaku. Kali ini lemas karena lega. Kupikir Kevin sakit lagi. Mama..Mama...
Thanx anyway ya, Ma. Terima kasih buanyak, yang sebesar-besarnya, beribu-ribu terima kasih, karena Mama mau tinggal bersamaku dan membantuku menemani & merawat Kevin, dan mengawasi Mbak Rini selama mengasuh Kevin. I love U, mom! I love U, my hubby! But I love U the most, Kevin..!
And I thank Allah for giving me the strength to raise my lovely son 'till now, and for giving me His trust so that I could have Kevin in my life. Alhamdulillah.
Ditampilkan sebanyak : 759