Jum'at, 02 Mei 2008
04:30 wib
Subuh, sebelum sholat. "Abi, sini deh!" Suara istri saya di kamar mandi, memanggil setelah beberapa kali saya abaikan karena kantuk. "Ini ketuban bukan ya?", tanyanya sambil menunjukkan cairan keruh kekuningan di telapak tangannya. "Hah? Meneketehe?", jawab saya dalam hati. Mata yang masih belum terbuka sempurna, masih berusaha mencari identifikasi terbaik atas pertanyaannya. "Mules ga?", tanya saya. "Nggak", jawabnya. Tapi cairan itu tetap keluar, bahkan deras, lebih mirip urine "aku ga pipis loh" terangnya, seakan menyangkal pikiranku. "Oke, kita ke RS". Panik. (Panik sangat tidak disarankan).
Jumat, 02 Mei 2008
07.00 - 10.30 wib
Rencana ke RS berubah, jadinya ke tempat Bidan yang menangani istri saya dari awal. Sampai disana, Endah belum juga merasa mulas. Tak ada kontraksi, biasa saja. Hanya cairan yang dicurigai sebagai ketuban, terus keluar. Khawatir.
"Abi....", Ummi Bidan memulai pembicaraan serius. Saya dan Kakak istri saya mendengarkan, takzim. "Ketubannya sudah pecah sebelum pembukaan. Sekarang pembukaan 2 dan ga nambah. Kita sudah lakukan induksi, tapi ga ada kemajuan....." Dan saya sudah tau kesimpulannya: Cesar. Jika pertemuan ini Kau atur dengan cara seperti ini, maka kun-Mu adalah kehendak. "Kira-kira berapa, Mi?", pertanyaan saya terkontaminasi angka-angka yang masih tersisa di rekening. "Biasanya....., tapi Ummi usahakan dapat potongan...", jawab Ummi bidan. Tak ada tawaran yang saya ajukan, karena ini bukan saatnya transaksi. Ini soal nyawa. Dan deretan angka minus dalam rekening terus terdisplay dalam benak, berjalan seumpama running text yang tak mau berhenti. Lahaulawala quwwata illabillahil ’aliyyil ’adziem.
RS Prikasih-Pondok Labu, Jaksel
10.30 wib
Induksi yang diberikan di tempat Bidan, merubah kondisi Endah. Perutnya sudah mulai mulas, kontraksi terus terjadi. Namun pembukaan masih stag di pembukaan 2. Makhluk mungil itu tak mau turun juga. Palu sudah diketuk: Cesar adalah solusi. Entah untuk siapa, yang pasti itu adalah syarat yang diajukan oleh tim medis. Entahlah, apakah sikecil pun sepakat, bahwa ia tak akan pernah melewati gua garba Ibunya untuk melihat dunia? Kami, saya dan Endah hanya mampu melantunkan doa tiada henti, semoga ini adalah cara terindah yang Tuhan siapkan untuk mempertemukan kami bertiga.
Masjid Assalam, Pondok Labu
12.00 wib
Tepat jam 12.00, saya pergi sholat Jum'at. Hanya ada kakak ipar dan anaknya yang juga masih bayi menunggui. Endah sudah dalam penanganan tim medis di dalam ruangan operasi. Sesak jama'ah di dalam masjid tak memisahkan saya dari takzim berdo’a. Tak putus. Tuhan, mudahkanlah.
Ba'da Jum'at,
12.35 wib
Gegas langkah saya kembali ke ruang tunggu operasi. Berdebar. "Dek, udah lahiran", Kakak ipar mengabari ketika melihat saya memburu kearahnya. "Allahu Akbar..Subhanallah, Alhamdulillah.." Segala gundah.. sirnalah.. segala gelisah.. enyahlah. Seorang perawat mengantarkan saya ke ruang perawatan bayi. Dalam sebuah tabung inkubatorlah sua pertama kami di dunia. Makhluk itu menangis keras, mata beningnya yang sudah terbuka, seakan mencari tahu apa saja yang ada didepannya. Ada haru saat itu. Tapi bahagia menjadi matahari dalam gerimis. Anakku lahir bersama matahari jum’at, jam 12.22, saat do'a dan sholawat terlantun di setiap masjid. Hilang sudah resah tentang angka-angka dalam rekening, hilang sudah gelisah tentang bobot bayiku yang sebulan sebelumnya masih dibawah normal.
U'idzu bikalimatillahittaammah min kulli syaithanin wahaammah wamin kulli 'ainin laammah. Welcome to the world..
Ruang tunggu RS Prikasih
13.30 wib
Cukup lama untuk dapat melihat kondisi Endah pasca operasi. Saya masih harus menunggu tepat di depan ruang operasi. Satu jam kemudian, setelah masa pemulihan dari reaksi obat bius, saya baru dapat menemuinya. Bidadari itu lunglai, namun senyumnya tetap terulas meski pucat. "Is okay, honey, everything is gona be fine. Anak kita ganteng.."
Bogor, 07 Mei 2008
Senja, ketika cintaku terbagi dua
Taken from www.catatankecil.multiply.com
Notes: Nibras means lantern in classical Arabic. Over time the word has also come to represent truth, enlightenment, inspiration, civilization, wisdom and justice. Because it is a hand-held lantern, Nibras symbolizes a source of light which travelers themselves carry to illuminate their path and guide them on their journey.
Ditampilkan sebanyak : 918