Destin, putra pertamaku belum siap memiliki adek ketika kami tahu kehamilan keduaku. Sempat terbersit rasa cemas akan penolakan dia. Kecemasan itu sangat beralasan karena destin belum genap 3 tahun dan sangat tidak suka pada anak yang lebih kecil. Dia bahkan tidak mau bermain dengan anak yang seumurnya. Hanya mau dengan anak sekolah SD.
Memberi tahu Destin bahwa dia akan memiliki adek adalah tantangan pertama kami. kami takut penolakan dan dampak psikologis.
Beberapa buku aku baca sebagai rujukan sebelum kami mengajak Destin jalan-jalan. Niat kami sih membuat dia sangan bahagia agar kabar "buruk" kami tidak membuat dia sedih. Kami jalan-jalan ke pantai, mengajaknya bermain kejar ombak. Kebahagian dia mempengaruhi kami dan kami berhasil memberitahu dia antusias dan bahagia, "Destin, kamu akan punya seorang adek." Destinku agak tercengang. Tanpa ragu aku lanjutkan, "Adekmu lucu, mungil dan sangat mencintaimu kamu. Adek akan jadi temanmu. Destin bisa bermain sepeda, bola, mobil-mobilan, dan semua mainan bersama adek. kamu senang punya temankan?" Wajah Destinku langsung ceria kembali. "Main sama-sama?" katanya. "Ya... sama-sama. kamu kakaknya dan dia adek kamu. Dan mulai sekarang kamu dipanggil Mamas destin."
Destinku sangat bahagia. sangat-sangat bahagia. Dan dia tidak sabar jadi kakak yang baik. tapi kunci utamanya ada pada kata "teman". Usia batita memang usia untuk mencari peer group atau teman.
Punya pengalaman serupa?
Ditampilkan sebanyak : 672