Cerita di bulan november,suatu pagi pada tanggal 19.
“Mama, beliin aku kue ultah, ya. Aku pengen banget ulang tahun.”
“Hmm..” jawabku.
“Nanti mas Indra diundang, ya? Mas agung juga. Ya, ma?”
“Ya, sayang.”
“Aku kan empat tahun.”
Destinku pagi ini sangat antusias. Dia tahu hari ini hari ulang tahunnya. Di benaknya sudah ada gambaran sebuah kue ulang tahun dan beberapa teman datang ke rumah untuk makan kue bersama.
Ya, makan kue bersama. Hanya itulah yang dibayangkan sulungu itu. Dia tidak pernah membayangkan ada kue ultah besar, tamu yang sangat banyak (lebih dari 20 orang) membawa kado dan baju yang bagus-bagus. Tidak. Kami tidak pernah mengajarkan dia seperti itu. Sejak ultah kedua, dia hanya mendapat sebuah kue tart berlilin sesuai usianya dan 4-10 sepupu dan tetangga samping rumah untuk menghabiskan kue bersama-sama. Dia yang memilih temannya sendiri. Ya, di ulang tahun keempatnya ini, Dstin berhak memilih teman yang dia sukai untuk diundang ke rumah.
Ya, kepercayaan kita mengundang sendiri teman yang dia sukai untuk makan kue tart dan makan siang di rumah membuat pesta Destin menjadi lebih berarti. Dia menikmatinya. Banyak sekali pesta ultah yang dihiasi wajah bingung atau tangis anak yang ulang tahun karena mereka belum siap menerima banyak tamu, banyak pandang mata. Atau pesta ulang tahun yang tidak dihadiri anak yang berulangtahun karena dia ngumpet di kamar. Kedatangan orang-orang yang “tidak dikenal” anak akan membuatnya takut. Bahkan ada yang menjadi trauma dengan balon, atau badut, atau pernik pesta lain yang seharusnya membuat pesta itu di kenang dengan baik.
Aku jadi teringat ketika Destin ulang tahun ketiga, dan Destin menerima hadiah. Destin terus bertanya “mengapa aku dapat hadiah, ma? Ini punya Destin?”
Destin, Mama sayang kamu.
Blog belongs to group
Ditampilkan sebanyak : 812