SITE STATUS
Jumlah Member :
253.413 member
user online :
2026 member
pageview's per day :
Over 100.000(!) page views
Kalkulator kesuburan
Masukan tanggal hari pertama bunda mengalami menstruasi

Blog -- Aku Sayang Ibu



Blog posted by

Aku Sayang Ibu


Blog posted on 17-06-2009
Senja itu merah jingga, aku asyik mengamati orang-orang yang lalu lalang di depan rumahku, terkadang ada yang berjalan tergesa-gesa tak jarang pula berjalan dengan wajah suram dan menunduk menekuri jalan. Sembari mencicipi minuman hangat buatan ibu di beranda rumah kami, aku memang terlalu sering mengamati orang-orang di sekelilingku, entah mengapa aku senang dengan proses mengamati itu banyak hal yang aku temukan dengan pengamatanku, mungkin juga karena enneagramku adalah Pengamat. Di sampingku seorang wanita yang sudah mulai uzur, wajahnya sangat syahdu, terlihat guratan-guratan halus di sepanjang pelipisnya menunjukkan pertambahan usia dan ekspresi wajah yang terus berulang-ulang sehingga terpatri dengan jelas di sudut mata dan bibirnya.

Matanya kelihatan mulai cekung, Namun bola matanya sangat meneduhkan,aku yakin siapapun pasti merasa nyaman di sampingnya, pipinya juga sudah mulai mengendur dimakan usia. Bagiku matanya menunjukkan ketegarannya selama ini, walaupun terkadang aku mendapati bola mata itu kosong, terkadang terlihat berkaca-kaca mungkin karena derita yang dialaminya cukup lama sehingga dia terlihat lebih tua dari umurnya.

Wanita itu adalah ibuku. Ibu yang selalu sabar menerima kehidupannya, ibu yang selalu membuatku tenang kala kuresah, ibu yang selalu memberikanku pelajaran berharga walaupun dia tak pernah menginjak bangku universitas. Dialah ibuku yang berpuluh tahun ditinggalkan ayah untuk wanita lain. Dialah ibuku yang bertahun-tahun menjadi penjahit dan penjual gorengan untuk membiayai hidup kami dan biaya sekolahku.

Terkadang aku terheran-heran dengan kekuatan seorang wanita, sungguh Luar biasa perkasa menghadapi kerasnya derita hidup, ketabahan seorang wanita seperti ibuku dan wanita-wanita lain yang mengalami hal yang serupa patut diacungi jempol. Mengapa demikian?? karena menurutku wanita yang hebat adalah wanita yang tabah menghadapi hidup dan mampu menjadi manusia normal, selalu berada dalam norma-norma adat dan agama meskipun mencari uang sangat sulit di negri kita ini. Karena tak jarang wanita-wanita yang dihimpit kesulitan cendrung menjatuhkan dirinya semakin dalam ke dalam kenistaan hanya untuk pelampiasan kemarahan atau juga kesulitan ekonomi.

Namun ibuku tidak, bisa dibilang dia seorang wanita yang cantik, saat ditinggalkan ayah dia masih berumur 35 tahun, masih terlalu muda untuk menjadi janda. Saat itu umurku belum genap 10 tahun jadi aku tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya dicari oleh ayahku pada wanita yang lain itu. Kalau saja tak kuat Iman mungkin bisa saja ibu jatuh ke dalam kubangan syaitan saat itu. Sampai sekarang aku selalu ingat kata-kata ibuku ketika aku mulai membantu keuangan keluarga dengan bekerja sambil kuliah, bahwa uang yang diperoleh dari usaha yang haram walau satu sen pun akan membuat hati kita keras akan kebenaran, tidak mau mendengar ayat-ayat Allah bahkan benci pada peringatan akan akhirat. Sekarang Aku jadi berpikir bagaimana dengan koruptor yang triliyunan rupiah mengambil harta rakyat yah,..

Saat itu Senja menjelang magrib, tiba-tiba aku ingin sekali menanyakan sesuatu hal pada ibu yang sudah kusimpan rapi di hatiku, Namun entah mengapa sore ini setelah 17 tahun ayah meninggalkan kami tanpa kabar berita, kuberanikan juga diri ini untuk menanyakan hal ini pada ibu. Sungkan rasanya aku bertanya soal ayah lagi, bagiku ayah sudah tiada. Entah benci pada sosok seorang ayah seperti ayahku, entah juga berusaha menganggap ayah tidak ada dalam garis kehidupan kami. Sebenarnya dengan menanggung beban seberat ini membuatku lebih dewasa dari usiaku saat itu.

Semenjak umur 10 tahun aku sudah membantu ibu berjualan gorengan di sore hari di stasiun kereta api, tak jarang dikejar preman dan dipalak, setelah itu ibu sangat khawatir membiarkanku berjualan di stasiun, sebagai gantinya aku menitipkan sebagian daganganku di warung-warung dekat rumah. Dari rumah ke rumah menawarkan jasa jahitan ibu, berharap mendapat pelanggan untuk ibu. Kalau ku ingat perjuanganku untuk sekolah dulu mungkin tidak sebanding dengan perjuangan anak-anak di Laskar Pelangi menanggung beban yang berat, namun itulah hidup tak pernah dikira-kira. Rasa sakit ibu yang bertahun-tahun mengajarkan aku untuk lebih menghargainya dari apapun. Bahkan mengutamakan perasaannya daripada perasaanku sendiri. Aku hanya ingin ibu bahagia dalam panjangnya rona derita hidupnya, aku hanya ingin ibu selalu tersenyum walaupun ku tahu dalam senyumnya masih tersisa luka.

/“Ibu,..Saat ayah pergi dulu, mengapa ibu tak menahannya??”/ sedikit gugup kutanyakan hal ini pada ibu, aku khawatir jika lukanya kembali terasa perih sekali.

/”Asri, Apakah seseorang yang telah buta mampu melihat orang-orang di sekelilingnya?? Tentu saja jawabannya tidak, mungkin matanya buta namun hatinya tidak, dia masih bisa merasakan keberadaan orang-orang di sekitarnya. Saat ayahmu pergi, Ayahmu tidak buta sama sekali, dia masih bisa melihat Ibu dan kamu. Namun Hatinya tidak di sini, hatinya dan pikirannya sudah melayang jauh untuk wanita lain. Lalu apa ada alasan lain menahannya untuk tidak pergi??//

Aku terenyuh dengan jawaban ibu, sebenarnya aku menyesal menanyakan masalah ayah pada ibu lagi, aku yakin hatinya sangat sakit. Aku terbiasa merasakan perubahan emosi ibu dan kepedihan yang ibu rasakan, aku ingat malam itu ayah melangkah keluar rumah dengan tas besar berisi semua baju-bajunya. Ibu mengikutinya dari belakang sambil menarik lengan ayah. Ibu menangis tapi tidak meraung-raung apalagi sambil berteriak, ibu terus saja memperingatkan ayah bahwa masih ada aku yang sangat membutuhkan kasihsayang ayahnya.

/”Pak,..ingat Allah pak,..ingat anak kita Asri pak,..ibu terisak di samping ayah yang tidak memperdulikannya, sekarang aku baru tahu mengapa ibu mengingatkan ayah untuk tidak pergi demi aku. Seorang sahabatku berkomentar tentang kejenuhannya dengan banyaknya pemberitaan trend kawin cerai dalam dunia entertainment bahkan sudah menjalar pada kita seperti virus yang menggerogoti diam-diam.

/”Jika orangtua bercerai, masing-masing dari ibu dan ayah bisa melaluinya dan tetap bisa survive, tapi anak yang menjadi korban cerai apa mereka bisa survive seperti orangtuanya?? Rasanya tidak, kalaupun bisa tentu banyak dipengaruhi berbagai faktor misalnya perbedaan usia, waktu merecovery hatinya tentu akan relatif berbeda untuk masing-masing anak. Namun kebanyakan anak korban perceraian trauma dengan perceraian orangtuanya dan pasti akan membekas di sudut hatinya yang paling dalam.

Sepertinya sudah menjadi cerita lama saat seorang laki-laki jatuh cinta pada wanita lain, maka tanggung jawabnya pada anak dan istri sirna sudah dari benaknya. Ingin sekali aku menanyakan tentang perasaan wanita lain itu jika dia berada di posisi ibuku??.. Ingin sekali aku bertanya pada ayah apa yang dia harapkan pada wanita lain itu??..namun sekarang aku telah membuang jauh-jauh semua pertanyaan itu dan memilih diam hanya untuk membuat ibu lebih ikhlas dengan kepergian ayah.

Aku juga terheran-heran, hampir tidak pernah aku mendapatkan kata-kata yang selalu menyudutkan sosok ayahku dari mulut ibu. Padahal jika dilihat dari sudut manapun ibu pantas mengajarkanku untuk membenci ayah. Tapi ibu tak pernah melakukannya, seburuk apapun, senista apapun, sebejat apapun dia tetap ayahmu ucap ibu suatu kali saatku memaki ayah yang tak pernah mengirimi kami kebutuhan hidup bahkan tak pernah memberikan kabar berita pada kami, sementara saat itu ibu sakit keras harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan yang lebih intensif karena ibu menderita diabetes melitus. Seperti cerita-cerita di sinetron cobaan memang sering melanda hamba-hambaNya yang dikasihi. Aku mendapatkan pinjaman dari pak RT yang baik hati dengan jaminan cincin kawin ibu, namun pak RT yang baik hati itu ikhlas membantu kami tanpa jaminan”Semoga Allah membalas kebaikan beliau”.

Hari demi hari, bulan yang terus berlalu berganti tahun aku melaluinya bersama ibu, terus berada di sampingnya berharap memberikan hal yang terbaik yang pernah aku miliki untuk ibuku selama aku berada di sampingnya. Setiap kali dia sakit aku teramat khawatir melihat tubuhnya yang semakin hari semakin kurus dan lemah, namun masih tetap bisa tersenyum setiap kali aku berangkat ke kantor atau menyambutku di depan pintu dengan pelukan hangatnya.

--------
Gdubbbbbraaaakkkkk,...aku terjatuh mengenai pohon bambu hias yang menjadi tanaman pagar di depan rumahku. Aku menabrak seorang pemulung, kebiasaan burukku yang sering terburu-buru bisa berakibat seperti ini. Pemulung itu bangun perlahan-lahan lalu tersenyum padaku, aku sempat bingung bukannya marah kok malah tersenyum.

/”maaf,..maaf pak, saya tidak melihat bapak/ aku membalas senyumnya kemudian, laki-laki itu sudah tua, sebagian rambutnya sudah mulai putih. Kulitnya lusuh dan hitam dijilat matahari. Tapi mengapa melihat senyumnya aku merasakan sesuatu pada laki-laki tua ini entah perasaan apa itu aku pun tidak tahu. Beberapa hari ini aku memang pernah melihatnya lewat di depan rumah kami, sesekali mengamati pintu rumah kami. Seperti mencari seseorang atau mungkin juga mencari kesempatan ketika tidak ada orang, namun entahlah aku tidak mencurigainya ingin melakukan tindakan kriminal justru aku merasa dia sedang merindukan sesuatu. Ah,..mungkin ini hanya hasil dari pengamatanku saja.

Aku berlalu dari laki-laki tua tadi, sebelum pergi aku masih sempat melihatnya tersenyum lagi padaku pertanda dia juga minta maaf sambil menundukkan kepalanya. Hari ini aku ingin pulang lebih awal, kasihan ibu saat aku tinggalkan tadi badannya agak panas dan kepalanya pusing. Jika ku pulang lebih awal mungkin aku bisa membawanya ke dokter ba’da magrib.

Ku persiapkan semua weekly reportku yang akan dikirim via email ke atasanku. Beberapa resume meeting dan best practice kegiatan yang aku fasilitasi semua juga hampir rampung, tinggal diprint dan disebarkan. Jadi, aku bisa minta izin untuk pulang lebih awal. Pikiranku tidak tenang jika ibu sakit.

Setengah berlari aku mengejar jadwal kereta api yang tercepat untuk sampai di rumah, sedikit gerimis membasahi kota jakarta, namun lama kelamaan menjadi deras akhirnya aku basah kuyup juga. Seperti biasa jadwal kereta api akan mundur dari jadwalnya bila hujan deras seperti ini. Semua orang sudah mulai memaklumi situasi seperti itu.

Pintu terbuka lebar saat aku sampai di rumah, hujan masih deras mengguyur bumi, mengguyur tubuhku juga yang kelupaan membawa payung. Langkah kakiku mungkin tidak terdengar oleh ibu. Aku hanya sedikit heran, mengapa saat hujan-hujan begini ibu tidak menutup pintu, dan ibu juga tidak ada di serambi rumah menungguku pulang seperti biasanya.

Sayup-sayup kudengar isakan tangis ibu dan sebuah suara. Ya itu suara laki-laki, siapa laki-laki yang sedang bersama ibu. Aku berdiri di depan pintu mendapati suasana yang maha mengharukan di depan mataku. Seorang laki-laki tua sedang bersimpuh di kaki ibu bahkan hampir sujud, memohon ampun, memohon dimaafkan kesalahannya. Yang membuat aku kaget justru laki-laki yang bersimpuh itu adalah laki-laki tua pemulung yang tertabrak olehku pagi tadi. Aku mulai mencurigai tentang perasaan yang kurasakan saat laki-laki itu tersenyum padaku.

Ibu memberi isyarat padaku agar aku duduk di sampingnya. Laki-laki itu terkejut dengan kedatanganku, dia berusaha mendekatiku dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya pada ibu yaitu bersimbuh di kakiku. Belum sempat aku bertanya siapa dia.

/”Maafkan bapak nak,..bapak pantas dihukum hukuman yang lebih berat dari ini. Bapak sudah menyia-nyiakan kalian berdua, bapak mohon ampun, hanya mohon ampunan dari kalian...setiap waktu bapak berdoa moga dipertemukan dengan kalian berdua hanya untuk mohon maaf../ laki-laki itu semakin terpekur diantara aku dan ibu.

Tanpa kusadari airmataku mengalir dengan deras, inikah laki-laki yang seharusnya kupanggil ayah selama ini?? Inikah laki-laki yang sudah meninggalkan kami selama 17 tahun tanpa kabar berita?? Inikah laki-laki yang sampai sekarang masih ada di sudut hati ibu?? Inikah laki-laki yang dulunya pergi tanpa pamit dan sekarang datang dengan bersimpuh??,..gundah hatiku seketika. Ibu memelukku dan ayah seolah-olah ibu tak ingin lagi kehilangan salah satu dari kami.

Kutarik napas dalam – dalam sejenak namun pasti. Mengambil sebuah keputusan yang besar dalam hidupku dan ibu. Jika ku salah mengambil tindakan maka semua akan menjadi penyesalan. Bagiku orang yang bahagia adalah orang yang tahu tujuan dari apa yang dia mau dan berani mengambil keputusan dan tindakan untuk mencapainya.

/”Bapak,..Allah selalu memaafkan orang yang sudah bertobat. Allah malu jika tidak memberikan ampunan pada hambaNya yang bersungguh-sungguh. Kami selalu menerima bapak dengan ikhlas. Memaafkan kekhilafan bapak dengan setulus hati kami. Aku berharap tentu juga ibu demikian, bapak bersama kami lagi dan jangan pernah pergi lagi//..

Lega rasanya kuucapkan kata-kata itu untuk ayahku. Senyum ibu mengembang, kebahagiaan terpancar dengan jelas dimatanya. Ayah semakin erat memelukku dan ibu. Berjanji akan selalu menjaga kami menggantikan hari-hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun yang telah kami lalui tanpanya. Entah mengapa kebencian itu hilang dari hatiku memaafkan hingga ke akar-akarnya tanpa dendam seumur hidup. Jiwaku lebih tenang menerima kehadiran seorang ayah yang namanya pun telah sangat lama tak pernah terucapkan oleh bibirku.

Kembali terngiang di telingaku kata-kata ibu bahwa seburuk apapun, senista apapun dia tetap ayahku. Yang ku tahu orang yang baik bukan orang yang tak punya dosa, tapi orang yang baik adalah orang yang selalu memperbaiki dirinya dari semua kesalahan dengan bersungguh-sungguh. Hari ini aku dan ibu memberikan kesempatan itu pada ayah. Semoga Allah mengampuni dosanya...amienn

-----------









Ditampilkan sebanyak : 2152

Tolong beritahu kami apa pendapat Anda tentang blog ini


Jika Anda tidak melihat kotak komentar silahkan refresh halaman
 
ummi_nazira's blog :