Belum lama beredar artikel mengenai bahaya kelebihan Docosahexanoic Acid (DHA). Meski sejauh ini baru terlihat dialami masyarakat Eskimo dengan gejala berupa perdarahan, mirip vlek berwarna kebiruan di kulit, tak urung banyak juga orangtua yang mempertanyakan kebenaran kabar tersebut.
Seperti diketahui, masyarakat Eskimo adalah pengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak dan ikan laut secara alami potensial mengandung asam lemak tersebut. Meski begitu, mungkinkah kita dan anak-anak kita yang sehari-hari mengonsumsi susu ber-DHA dan mungkin ditambah lagi dengan suplemen DHA mengalami kelebihan dosis? Marzuki Iskandar, STP, MTP, menjawab, "Tubuh punya mekanisme sendiri untuk memformulasikan kebutuhan DHA. Misalnya saja, berapa pun banyaknya susu yang dikonsumsi ibu hamil, makanan yang dihasilkannya untuk janin atau ASI untuk bayinya akan tertakar dengan pas, tak kurang ataupun lebih." Tubuh punya mekanisme sendiri untuk memformulasikan kebutuhan DHA. Misalnya saja, berapa pun banyaknya susu yang dikonsumsi ibu hamil, makanan yang dihasilkannya untuk janin atau ASI untuk bayinya akan tertakar dengan pas, tak kurang ataupun lebih.
Namun begitu, Marzuki menganjurkan untuk tidak melakukan “pemborosan” DHA (dan tentu saja pengurangan pemenuhan kebutuhan DHA), sebab untuk itu memang ada angka yang sudah ditetapkan WHO, yaitu sekitar 20 mg/kg berat tubuh per hari. Sebagai ilustrasi, bayi dengan BB 10 kg, angka kebutuhan DHA-nya adalah 0,2 g/hari. Jadi sekiranya ibu-ibu menghitung bahwa bayinya sudah mendapat asupan DHA yang cukup dari ASI atau susu formula, dan sumber makanan lain, ya sebaiknya tidak perlu ditambah lagi. DR. dr. Damayanti Rusli, Sp.A(K)., dari FKUI/RSCM, Jakarta., seperti yang pernah dimuat dalam rubrik Tanya Jawab Gizi tabloid nakita, menjelaskan, asam linolenat (Omega-3) dan asam linoleat (Omega-6) adalah asam lemak tak jenuh berantai panjang yang menggunakan enzim sama (elongase dan desaturase) untuk menghasilkan DHA (dari linolenat) dan AA (dari linoleat). Keduanya bersifat esensial atau tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh, hingga harus ada asupan dari makanan. Tingginya kadar DHA dalam darah memang akan mengurangi pembentukan AA, yang pada beberapa kasus dilaporkan terjadi perdarahan atau hemolisis (pecahnya sel darah merah).
Nah, di sinilah letak bahaya jika kadar DHA dalam darah terlalu tinggi. Oleh sebab itu, dalam mengonsumsi makanan perlu diperhatikan komposisi/perbandingan asam linoleat dengan asam linolenat, yaitu 5:1 sampai dengan 15:1. Sedangkan perbandingan DHA:AA antara 1:1 sampai 1:2. Sumber asam linoleat antara lain minyak jagung, minyak bunga matahari, minyak kapas, minyak kacang, minyakwijen, dan lain- ain. Sedangkan, sumber asam linoleat dan linolenat antara lain kacang merah, kacang kedelai, minyak kedelai. Orangtua sebenarnya tidak perlu kelewat cemas. Kasus kelebihan DHA seperti yang dialami orang Eskimo merupakan contoh ekstrem. Mereka mengonsumsi ikan setiap hari dalam rentang waktu yang sangat panjang karena alamnya memang mengondisikan demikian.
Sebaliknya, di luar kondisi ekstrem tersebut orangtua tak perlu khawatir apakah bayi mendapatkan DHA dalam jumlah yang cukup. Mengapa? Tak lain karena kebutuhan tersebut akan terpenuhi dari komposisi gizi seimbang dalam konsumsi makanan sehari-hari. SEMUA ADA DALAM ASI Tumbuh kembang otak sejak kehamilan 6 bulan hingga anak berumur 2 tahun sedang pesatpesatnya. Sampai umur 1 tahun, 60% energi dari makanan bayi digunakan untuk pertumbuhan otak. Karenanya bayi membutuhkan banyak protein, karbohidrat, dan lemak, juga vitamin B1, B6, asam folat, yodium, zat besi, seng, termasuk di dalamnya DHA. “Semua kebutuhan tersebut sudah tersedia lengkap dalam ASI,” kata Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi., dari Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. “Jadi, selama orangtua bisa memberikan ASI yang cukup kepada bayinya, maka tak perlu khawatir akan kekurangan atau kelebihan zat penting ini. Karena takaran yang terkandung dalam ASI sudah benar-benar pas sesuai kebutuhan bayi.” DHA adalah zat penting yang sangat dibutuhkan sebagai komponen utama pembentuk otak dan retina mata manusia.
Selain berperan penting dalam mengoptimalkan fungsi membran sel otak dan fungsi retina mata serta sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel-sel saraf otak. Lebih jauh DR. Moesijanti Yudiarti Endang Soekatri, MCN., dari PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) menjelaskan bahwa DHA adalah sumber energi dan pelarut vitamin selain sebagai pembentuk sel-sel otak. Meski sel-sel otak sudah terbentuk sejak dalam kandungan dan jumlahnya terus bertambah mencapai milyaran di usia 2 tahun, belum ada hubungan antar selsel tersebut. Hubungan antarsel inilah yang membentuk rangkaian fungsi. Sementara kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antarsel otak ditentukan oleh stimulasi (rangsangan) dari lingkungan serta nutrisi. “Karenanya orangtua harus benar-benar memberikan yang terbaik untuk bayinya,” Soedjatmiko. Seperti diketahui, sel otak tersusun atas 50% lemak dan 50% protein. Lemak yang terdapat dalam jaringan sel otak adalah LCPUFA atau asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda yang di dalamnya terkandung DHA sebanyak 40%.
Sementara jenis bahan pangan yang secara alami kaya akan asam lemak esensial ini adalah ikanikan yang terdapat di perairan laut dalam seperti tuna, salmon, makarel, hering, dan sebagainya. Bayi-bayi yang mendapat ASI cukup tentu tidak kesulitan mendapatkan zat yang sarat manfaat ini. Namun, bagaimana dengan mereka yang tidak mendapat ASI? “Kalau memang sangat terpaksa tidak bisa memberikan ASI, maka susu formula yang tersedia sudah diformulasikan untuk mencukupi kebutuhan tersebut,” kata Moesijanti. Setelah 6 bulan, bayi sudah bisa dikenalkan pada makanan-makanan lain yang mengandung asam linoleat dan linolenat. Dengan demikian apa yang dibutuhkannya pun dapat terpenuhi.
Ditampilkan sebanyak : 627