Anakku sedang tertidur lelap. Bukan karena ngantuk, sebab tidak biasanya dia tidur menjelang maghrib seperti ini. Dia kelelahan setelah menangis meraung-raung. Aku pun menangis dalam hati. Seringkali, dalam kondisi lelah dan penat, di tengah segunung pekerjaan rumah yang tak kunjung habis, ditambah berbagai rasa tidak nyaman yang biasa dialami ibu-ibu yang sedang hamil muda, rengekannya begitu terdengar menjengkelkan.
Ah, dia tidak minta apa-apa. Terkadang ia hanya minta digendong, minta diajak main, atau kebiasaan Bumi yang lain adalah unen bobo, yaitu menyusu sambil tiduran, sambil mendengarkan aku membacakan cerita atau sekedar beryanyi2 riang.
Dia baru 15 bulan, tentu wajar jika sering merengek. Tetapi, dalam ketidak sabaran, kemanjaannya seringkali menambah kelelahan. Seperti hari ini, ketika ia merengek lagi minta ditemani leha-leha sambil ngempeng, aku mengabaikannya, berharap ia bisa main atau tidur sendiri (oh bunda, dia baru 15 bulan). Saat ia terus merengek, aku meminta pengertiannya, untuk menunggu sebentar lagi, pekerjaan bunda belum selesai. Tapi ia terus merengek, membuatku menariknya ke tempat tidur diliputi kekesalan. Di sana ia masih merengek, maka kutinggalkan ia di dalam kamar dengan pintu tertutup rapat.
Ia menangis meraung-raung, aku masih mengabaikannya. Hingga sesenggukan, ia masih meraung. Kusingkirkan kekesalanku, kubuang rasa lelahku. Apa masih bisa bekerja diiringi raungan anak? Biar saja cucian piringku menumpuk. Biar saja rumahku berantakan. Biar saja bilasanku belum selesai, anakku lebih membutuhkanku ketimbang setumpuk pekerjaan itu.
Kubuka pintu kamar, tangisnya belum berhenti, tapi tidak sekeras tadi. Ia berdiri mematung di hadapanku, pandangannya mengiba menyayat hati, seolah bertanya, “Bunda, apa salahku?”. Kupeluk anakku, maka tangisannya pun berhenti. Ia balas memelukku, rapat dan erat, tak ingin ditinggalkan lagi. Kubelai kepalanya, dan kukatakan: “maafkan bunda ya nak…. bunda sayang Bumi, jadi jangan menangis lagi…”
Menjadi ibu, itu tidak mudah. Kadang, dalam ketidak sabaran, ada kemarahan yang meletup lewat bahasa tubuh, lewat ucapan, bahkan kadang lewat tindakan. Aku berusaha menahan mulutku untuk tidak memarahi Bumi, menahan tanganku untuk tidak mencubitnya, karena ia akan meniru apa pun yang dilihatnya dari orang di sekitarnya.
Dan yang paling aku sadari, jika ada tindakan yang menyakiti hatinya, akan memberi pengaruh buruk pada perkembangan jiwanya. Ya Allah, berilah aku kemudahan dalam usahaku untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku, lembutkanlah ucapan dan perangaiku terhadap mereka, beri aku kekuatan untuk menahan setiap kejengkelan dan kemarahan, yang tidak pernah disebabkan olehnya.
Robbanaa… hablanaa… min azwaajinaa wadzurriyyaatina qurrata a’yun, waj’alna lil muttaqiina imaama… amiin…

Ditampilkan sebanyak : 2440