Sebagaimana rutinitas wanita hamil pada umumnya, aku selalu memeriksakan perkembangan janin yang masih di dalam perut ke bidan setiap bulan. Mulai usia kandungan empat bulan bidan selalu memberiku berbagai macam vitamin. Alhamdulillah semasa hamil aku sama sekali tidak mempunyai keluhan apa-apa, orang jawa bilang aku hamil kerbau alias hamil yang mudah tidak pakai ngidam atau muntah-muntah, apalagi permintaan yang aneh-aneh.
Selain rutinitas ke bidan, setiap kali membuka internet aku akan menyibukan diri membaca artikel tentang kehamilan bahkan aku mempunyai akun di sebuah site khusus buat orang hamil. Antara mitos dan pantang larang tentang wanita hamil hampir semua telah aku ketahui. Sekali lagi aku sangat bersyukur karena aku sama sekali tidak mempunyai keluhan apa-apa semasa hamil.
Setelah menghitung masa subur, baik bidan dan kalkulator kehamilan memprediksi bayiku akan lahir pada tanggal 9 Agustus 2012, detik-detik menjelang kelahiran aku nantikan dengan tidak sabar, bahkan sejak usia kehamilanku 8 bulan aku sudah mencuci bersih semua perlengkapan bayi. Menurut informasi yang ada di internet dan para tetangga, orang hamil tidak boleh duduk diam supaya bayinya mudah keluar saat melahirkan nanti. Akupun selalu menyibukan diri bersih-bersih rumah dan membuat kue lebaran.
Tepat usia kandungan delapan bulan bidan mengatakan kalau posisi bayiku sudah mapan alias kepala bayi sudah berada di mulut rahim, tentu saja aku sangat bersyukur dan aku semakin tidak sabar menunggu kelahiran anak pertamaku.
Memasuki usia kandungan sembilan bulan, seperti bulan-bulan lainnya aku mendatangi bidan, kata bu bidan, posisi bayi dalam kandunganku masih tetap sama, namun ia menyarankan aku untuk USG supaya bisa tahu keadaan bayi, plasenta dan air ketuban dengan baik. Alasan lainnya aku belum ada tanda-tanda mau melahirkan seperti perut mules atau bercak merah di celana dalam, padahal prediksinya aku akan bersalin lima hari lagi.
Tanpa buang waktu, aku dan suami segera mendatangi puskesmas yang disarankan bidan, karena mendekati lebaran, ruang USG sudah ditutup, namun suamiku tidak menyerah dia langsung masuk ke ruang USG memohon supaya aku segera di USG. Hasil USG memperlihatkan keadaan bayi dan air ketuban dalam keadaan baik, namun plasentanya atau ari-ari mengalami pengapuran. Dokter di Puskesmas menyarankan agar aku segera ke rumah sakit.
Sebelum ke rumah sakit, aku sempatkan bertanya ke bidan tentang penyebab pengapuran plasenta, karena aku merasa sudah berusaha dengan baik menjaga kehamilanku, kata bidan tidak ada penyebab pasti karena memang usia kandunganku sudah berumur, cuman ia menyarankan agar segera di bawa ke rumah sakit karena fungsi plasenta untuk memberi makan bayi, jika plasentaku bermasalah otomatis bayi di dalam perutku tidak bisa makan, kata bidan di puskesmas aku harus segera dioprasi untuk menyelamatkan bayi dalam kandunganku
Pulang dari Puskesmas aku tidak langsung ke rumah sakit, perasaanku sudah tidak karuan, aku menangis sejadinya, aku tidak percaya kalau aku harus dioprasi, aku berdoa supaya mendapat keajaiban, aku tidak mau oprasi. Ya Alloh, saat itu aku benar-benar merasa sangat terpuruk, bayangan pisau bedah tak bisa kuhindari dari mataku.
Sesudah sholat dzuhur, aku menyiapkan barang-barang untuk persalinan, termasuk barang-barang perlengkapan bayi. Sampai di rumah sakit, poly kandungan sudah tutup, suami mengantarkan aku ke bagian UGD, setelah mengisi formulir aku segera dinaikan ke meja dorong, entah apa namanya, aku berbaring dan segera dilarikan ke ruang bersalin. Aku sudah benar-benar pasrah.
Di ruang bersalin aku segera ditangani suster, mereka menanyakan keluhanku dan tanda-tanda mau melahirkan, kujawab saadanya kalau aku belum mendapat tanda-tanda mau melahirkan, masalahku hanya mengalami pengapuran plasenta, setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya dokter khusus kandungan datang, aku langsung di USG ulang, dokter menyatakan semuanya baik saja walaupun plasenta sudah mengapur. Aku dibolehkan pulang ke rumah. Namun dokter yang tidak sempat kutahu namanya itu memberiku obat perangsang supaya aku segera melahirkan sebelum pulang, dokter berpesan jika aku sudah minum obat perangsang terus merasa mulas atau mengeluarkan bercak di celana dalam, aku harus segera ke rumah sakit karena itu tanda-tanda bayi akan lahir, dua hari mendatang dokter juga menyuruhku control ulang. Alhamdulillah hari itu tanggal 14 Agustus aku diijinkan pulang.
Sampai di rumah aku segera mencari informasi di internet tentang pengapuran plasenta, perasaanku bisa tenang, ternyata pengapuran plasenta adalah hal biasa apalagi bagi bumil yang sudah masuk trismeter ke tiga. Atas saran dokter akupun minum obat perangsang dengan teratur di antara sahur dan buka karena kewajiban puasa bulan di Ramadhan tetap kujalankan. Kulihat obat sudah mau habis namun aku tidak mendapatkan tanda apa-apa.
16 Agustus 2012, atas saran dokter dua hari kemudian aku dan suami ke rumah sakit. Seperti dua hari yang lalu, aku mulai diperiksa,BB, tensi darah, detak jantung bayiku dan pembukaan dalam jalan rahim, Alhamdulillah semuanya baik walau jalan rahimku tetap tertutup, seperti dua hari yang lalu, dokter segera memeriksaku dan aku harus di USG lagi, kulihat muka dokter panik sambil berkata, “air ketubanya nggak ada”
Walaupun aku pernah membaca artikel tentang fungsi air ketuban yakni untuk melindungi bayi dari kontraksi/trauma benturan luar rahim, aku masih bersikap tenang, aku pura-pura bertanya tentang berapa bahayanya kehabisan air ketuban. Dokter mengatakan sangat berbahaya, kamungkinan aku harus dioprasi demi menyelamatkan sang jabang bayi. Demi menunggu kepastian dari dokter lainnya, aku disuruh menunggu di luar tunggu. Aku kehabisan kata ketika suami bertanya hasil pemeriksaan dokter, untuk menangis aku malu dengan pasien lain, lagi-lagi aku menghibur diri semoga ada keajaiban di pemeriksaan selanjutnya.
BERSAMBUNG…