Sewaktu Tiara (anak pertamaku) lahir, aku harus menghadapi begitu banyak cobaan. Dua hari terbaring di rumah sakit untuk persalinan, tapi ternyata tak jua lahir. Obat hingga injeksi untuk perangsang janin, tak pula banyak membantu. Hingga di ujung penantian, aku mengalami demam yang cukup hebat dan membuat dokter yang merawatku meminta ijinku untuk operasi. Rasanya langit yang menaungiku saat itu akan runtuh mendengar kata "operasi". Aku begitu berharap melahirkan normal agar bisa merasakan susahnya menjadi seorang "ibu". Tapi kenyataan mengatakan lain. Akhirnya, dengan berat hati, aku&suamiku menyetujui operasi tersebut demi keselamatanku & bayi kami. Tak perlu menunggu lama, 10 menit dalam ruang operasi, bayi kamipun keluar dengan tangisnya yang membahana. Alangkah bahagia hati kami....



Namun sekali lagi, Allah berkata lain. Anak kami yang baru lahir mengalami sesak napas yang sangat hingga perlu mendapatkan oksigen murni. Awalnya aku tak diberitahu soal ini, tapi perasaanku sungguh tak enak. Akhirnya aku mendesak Ayahku yang saat itu menjagaku untuk mengatakan yang sebenarnya. Hancur hatiku mendengar penderitaan anakku, ingin rasanya aku yang mengagntikan sakitnya. Tapi, suamiku menenangkanku hingga akhirnya aku kuat. Sampai aku keluar dari rumah sakit, anakku belum diijinkan pulang karna kondisinya yang masih lemah. Dengan penuh kasih, kuantarkan ASI untuknya setiap hari. Agar dia cepat sehat dan bisa kutimang-timang di rumah.



Alhamdulillah, Allah mengabulkan doa-doa kami. Selang 7 hari kemudian, anakku dinyatakan dalam kondisi stabil & diperbolehkan pulang. Puji & syukur kami panjatkan atas segala limpahan rahmatNya.



Bulan berganti bulan,, Mutiara (nama anakku) kian tumbuh dengan pesat. Kini setelah usia 8 bulan, makin banyak tingkah lakunya yang lucu, menggemaskan bahkan kadang membuat kami pusing. Tapi kami tetap menikmati detik demi detik yang lewati bersamanya. Sekarang Tiara sudah pandai merangkak & berdiri. Dia juga sudah mulai mengerti & bijak. Pernah, suatu hari aku sedih karna mendapat masalah di pekerjaan. Sewaktu pulang, aku menangis....Tiara seperti mengerti. Dia merangkak menghampiriku lalu mencium keningku. Lalu dia menatapku dengan penuh kasih. Seketika itu juga, sedihku lenyap bagai tertiup angin dan berganti dengan senyuman. Sungguh,, aku bersyukur mempunyai putri seperti dia.



Mutiara,, Bunda sayang sekali sama kamu ...:-)